Senin, 24 Maret 2008

Dextrose Equivalent

Pada hidrolisis sempurna, pati seluruhnya dikonversi menjadi dektrosa, derajat konversi tersebut dinyatakan dengan dextrose equivalent (DE), dari larutan tersebut diberi indeks 100 (Tjokroadikeoesoemo, 1986).

Dextrose Equivalent (DE) adalah besaran yang menyatakan nilai total pereduksi pati atau produk modifikasi pati dalam satuan persen. DE berhubungan dengan derajat polimerisasi (DP). DP menyatakan jumlah unit monomer dalam satu molekul. Unit monomer dalam pati adalah glukosa sehingga maltose memiliki DP 2 dan DE 50 (Wurzburg, 1989).

Secara komersial penggunaan pati dipengaruhi oleh nilai DE. Semakin besar DE berarti semakin besar juga persentase pati yang berubah menjadi gula pereduksi. Berikut ini adalah jenis pati dan penggunaannya berdasarkan perbedaan nilai DE.

Nama Hasil Hidrolisis Pati

NIlai DE

Aplikasi penggunaanya

Maltodekstrin

2-5

5

9-12

15-20

Pengganti lemak susu didalam makanan pencuci mulut, yoghurt, produk bakery dan eskrim (strong, 1989)

Bahan tambahan margarine (Summer dan Hessel, 1990)

Cheescake filling (Wilson dan Steensen, 1986)

Produk pangan berkalori tinggi (Vorwerg et. al., 1988)

Thin boiling starch

>20

Kembang gula, pastelis dan jeli (Rapaille dan Van Hemelrijk, 1992)

Oligosakarida

Sekitar 50

Pemanis (Wurzburg, 1989)

Dekstrin dan Maltodekstrin

Dekstrin merupakan salah satu produk hasil hidrolisis pati berwarna putih hingga kuning ( SII, 1985), hidrolisis pati dapat dilakukan oleh asam atau enzim. Pati akan mengalami proses pemutusan rantai oleh enzim atau asam selama pemanasan menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Ada beberapa tingkatan dalam reaksi hidrolisis tersebut, yaitu molekul pati mula-mula pecah menjadi unit rantai glukosa yang lebih pendek (6 – 10 molekul) yang disebut dekstrin. Dekstrin kemudian pecah menjadi maltosa yang selanjutnya dipecah lagi menjadi unit terkecil glukosa ( Somaatmadja, 1970).

Dekstrin merupakan hasil hidrolisis pati yang tidak sempurna. Proses ini juga melibatkan alkali dan oksidator. Pengurangan panjang rantai tersebut akan menyebabkan perubahan sifat dimana pati yang tidak mudah larut dalam air diubah menjadi dekstrin yang mudah larut. Dekstrin bersifat sangat larut dalam air panas atau dingin, dengan viskositas yang relatif rendah. Sifat tersebut akan mempermudah penggunaan dekstrin bila dipakai dalam konsentrasi yang cukup tinggi ( Lineback dan Inlett,1982).

Dekstrin putih dihasilkan dengan pemanasan suhu sedang (79-121oC), mengguanakan katalis asam seperti HCl atau asam asetat dengan karakteristik produk berwarna putih hingga krem. Dekstrin kuning dihasilkan dengan pemanasan suhu tinggi (149-190o C) menggunakan katalis asam dengan karakteristik produk berwarna krem hingga kuning kecoklatan. Pemanasan kering (tanpa air) seperti penyangraian dan pemanggangan akan menyebabkan dektrin terpolimerasi membentuk senyawa coklat yang disebut pirodekstrin (Gaman dan Sherington, 1981).

Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang mengandung unit α-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan DE kurang dari 20. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2O)] (Kennedy et al. dalam Kearsley dan Diedzic, 1995).

Menurut Kennedy (1995), aplikasi maltodekstrin pada produk pangan antara lain pada:

o Produk rerotian, misalnya cake, muffin, dan biskuit, digunakan sebagai pengganti gula atau lemak.

o Makanan beku, maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat air (water holding capacity) dan berat molekul rendah sehingga dapat mempertahankan produk beku.

o Makanan rendah kalori, penambahan maltodekstrin dalam jumlah besar tidak meningkatkan kemanisan produk seperti gula.

Mutu maltodekstrin di Indonesia ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional. Standar mutu maltodekstrin sama dengan standar mutu dekstrin pada umumnya, kecuali untuk DE maltodekstrin berkisar 19-20.

METODE MODIFIKASI PATI

Pati dapat dimodifikasi melalui cara hidrolisis, oksidasi, cross-linking atau cross bonding dan subtitusi. Hasil modifikasi tersebut antara lain (Tjokroadikoesoemo, 1986).

1. Thin-boiling Starch

Thin-boiling Starch adalah pati termodifikasi yang diperoleh dengan cara hidrolisis dengan mengasamkan suspensi pati sampai pH tertentu dan memanaskan pada suhu tertentu sampai diperoleh derajat konversi yang diinginkan. Kegunaan utama thin-boiling starch adalah dalam larutan pembuatan gypsum wallboard, gum candies dan sizing tekstil.

2. Pati Teroksidasi

Pati teroksidasi dibuat dengan cara yang sama dengan thin-boiling starch, tapi sebagai pengganti asam. Bahan konversinya digunakan natrium hipoklorid. Pemakaian terbesar dari pati jenis ini adalah pabrik kertas kualitas tinggi.

3. Pregelatinized Starch

Pati ini dibuat dengan cara memanaskan pati, dan mengeringkannya dengan cara menggiling lewat rol-rol yang dipanaskan. Banyak digunakan dalam industri kertas.

4. Cross Linked atau Cross Bonding Starch

Pati jenis ini diperlakukan dengan berbagai macam bahan kimia, misalnya boraks, epikloridin, fosfor oksiklorida dan lain-lain. Kegunaan sebagai pie filling, pengalengan, gravy dan saus, pembuatan makanan bayi, salad dressing, sizing textile dan kertas.

5. Pati termodifikasi Asam

Pati termodifikasi asam dibuat dengan menghidrolisis pati dengan asam dibawah suhu gelatinisasi, pada suhu sekitar 52oC. Reaksi dasar meliputi pemotongan ikatan a-1,4-glukosidik dari amilosa a-1,6-D-glukosidik dari amilopektin, sehingga ukuran molekul pati menjadi lebih rendah dan meningkatkan kecenderungan pasta untuk membentuk gel (Wulzburg 1966; Glicksman 1969).

Pati termodifikasi asam memiliki viskositas pasta panas lebih rendah, kecenderungan retrogradasi lebih besar, ratio viskositas pasta pati dingin dari pasta pati panas lebih rendah, granula yang mengembang selama gelatinisasi dalam air panas lebih rendah, peningkatan stabilitas dalam air hangat di bawah suhu gelatinisasi dan bilangan alkali lebih tinggi (Radley, 1976).

6. Pati Termodifikasi α -amilase

Pati dapat dipecah menjadi unut-unit yang lebih kecil yaitu dengan memotong ikatan-ikatan glikosodiknya. Salah satu enzim yang dapat memotongikatan tersebut adalah enzim α-Amilase.

Kerja α-Amilase pada amilosa berlangsung dalam dua langkah: pertama, degradasi sempurna dan cepat menjadi maltosa dan maltotriosa. Tahap amilolisis ini adalah hasil serangan enzim secara acak. Ciri penguraiannya adalah penurunan kekentalan dan kemampuan mengikat iodium dengan sangat cepat. Langkah kedua jauh lebih lambat dari yang pertama dan meliputi hidrolisis oligosakarida dengan pembentukan glukosa dan maltosa (Walker dan Whelan, dalam Forgerty, 1983).

PATI TERMODIFIKASI

Fleche (1985) mendefinisikan pati termodifikasi adalah pati dimana gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi kimia seperti esterifikasi, eterifikasi atau oksidasi atau dengan mengganggu struktur awalnya. Glicksman (1969) mengemukakan pati termodifikasi adalah pati yang diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau merubah beberapa sifar lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul.

Pati Singkong merupakan granula berwarna putih dengan ukuran diameter yang bervariasi antara 5 sampai 35 mikron dengan rata-rata 17 mikron. Granula ini sering berbentuk mangkuk (cup) dengan sangat kompak tetapi selama pengolahan granula tersebut akan pecah menjadi komponen-komponen yang tidak teratur bentuknya (Brautkcht,1953). Pati tapioka mengandung amilosa 17% dan dalam pemanasan tapioka akan memiliki gel yang linak (Whistler dan Smart, 1953).


Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Sifat pada pati tergantung panjang rantai karbonnya, serta lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yaang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin.

Amilosa merupakan polimer rantai lurus yang dibangun oleh ikatan α-(1,4)- glikosidik dan pada setiap rantai terdapat 500-2000 unit D-glukosa. Sedangkan amilopektin adalah polimer berantai cabang dengan ikatan α-(1,4)-glikosidik dan ikatan α-(1,6)-glikosidik di tempat percabangannya. Setiap cabang terdiri atas 25 - 30 unit D-glukosa (Smith dalam Inglet dan Leneback, 1982).

Selain perbedaan struktur, panjang rantai polimer, dan jenis ikatannya, amilosa dan amilopektin mempunyai perbedaan dalam hal penerimaan terhadap iodin. Amilosa akan membentuk kompleks berwarna biru sedangkan amilopektin membentuk kompleks berwarna ungu-coklat bila ditambah dengan iodine.